Sekolah merupakan salah satu tempat dimana anak-anak dapat menimba ilmu yang sangat berguna untuk masa depannya. Dengan bersekolah, anak dapat menyerap ilmu dari guru yang dengan ikhlas mengajarkan ilmu baru kepada muridnya. Selain mengajarkan ilmu akademik, sekolah juga mengajarkan ilmu tata tertib dan sopan santun kepada muridnya.

Selain tempat berbagi ilmu, sekolah juga sebagai tempat berbagi kenangan indah bersama teman-teman, bertahun-tahun bersama teman sekolah, suka maupun duka dijalani bersama. Mulai dari SD, SMP, hingga SMA selalu bersama teman, entah itu laki-laki maupun perempuan bersama-sama saling berbagi kenangan indah, lucu, dan tentunya membahagiakan yang tak akan pernah terlupakan.
Pepatah mengatakan, jika ada pertemuan maka akan ada perpisahan, begitu juga dengan perpisahan sekolah. Seindah apapun kenangan di sekolah, pasti akan ada saatnya menemui perpisahan, hal inilah yang paling sulit untuk diterima oleh semuanya. Entah harus merasa senang bahagia, atau sedih karena akan berpisah untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Untuk mengenang masa-masa itu, biasanya sekolah akan mengadakan acara perpisahan sekolah, hal yang paling ditunggu-tunggu saat pembacaan puisi yang dibacakan salah satu siswa/siswi. Maksud dari puisi ini untuk mengungkapkan sebuah perasaan yang sudah disusun rapi dengan kata-kata yang sangat puitis.
Biasanya puisi yang dibacakan berisi kata-kata mengharukan yang dapat membuat seseorang yang mendengarkannya meneteskan air mata. Terkadang siswa juga menggunakan puisi indah yang dibuat oleh tokoh terkenal seperti Chairil Anwar.Puisi yang sangat indah membuat siapapun yang mendengarnya akan meneteskan air matanya ketika menghayati lantunan setiap katanya (baca juga: Sajak cinta islami).
Kumpulan Puisi Perpisahan Sekolah SD SMP SMA
Surat Perpisahan untuk Guru
Ibu bapak guru, ini aku tiga tahun yang lalu
Ku harap pagi ini engkau baik baik saja
Pagi ini masih terasa seperti pagi yang lalu
Ini aku yang dulu selembar kertas putih
Yang pernah engkau lukis warna-warna damai nan berarti
Putih… agar diriku berpikir jernih
Emas… agar diriku bersinar cerah
Dan merah agar hatiku penuh dengan semangat yang membara
Dan akhirnya hari yang kunanti tiba saatnya
Hari untuk melepas tanganmu dari pundakku
Sketsa aku yang tangguh yang akan engkau lepaskan
Sketsa aku yang tersenyum ceria yang siap untuk melangkah
Ibu bapak guruku tersayang
Aku telah siap meneruskan impianku ini
Terima kasih telah membimbingku
Terima kasih bersabar atas kenakalanku
Terima kasih telah mengajariku tanpa pamrih dan ikhlas dengan kesederhanaanmu
Dengan doa, cinta dan harapan…
Maafkanlah kami ibu bapak guru
(Taufiq Febrian, Terima Kasih Guruku Tersayang)
Ibu bapak guru, ini aku tiga tahun yang lalu
Ku harap pagi ini engkau baik baik saja
Pagi ini masih terasa seperti pagi yang lalu
Ini aku yang dulu selembar kertas putih
Yang pernah engkau lukis warna-warna damai nan berarti
Putih… agar diriku berpikir jernih
Emas… agar diriku bersinar cerah
Dan merah agar hatiku penuh dengan semangat yang membara
Dan akhirnya hari yang kunanti tiba saatnya
Hari untuk melepas tanganmu dari pundakku
Sketsa aku yang tangguh yang akan engkau lepaskan
Sketsa aku yang tersenyum ceria yang siap untuk melangkah
Ibu bapak guruku tersayang
Aku telah siap meneruskan impianku ini
Terima kasih telah membimbingku
Terima kasih bersabar atas kenakalanku
Terima kasih telah mengajariku tanpa pamrih dan ikhlas dengan kesederhanaanmu
Dengan doa, cinta dan harapan…
Maafkanlah kami ibu bapak guru
(Taufiq Febrian, Terima Kasih Guruku Tersayang)
Terimakasih, Guru
Di sudut malam kumembisu
Termenung akan segala dosa hariku
Bibir serasa keluh
Tatkala kuucap maaf kesekian kalinya
Aku tahu,
Senyum semu yang engkau tampilkan
Beribu beban yang tak tertahankan
Karena aku
Aku malu, sungguh
Ketika aibku engkau tanggung
Saat mereka mencibir karena aku
Betapa tabah hati yang engkau tanam
Dibalik riangmu yang terenggut
Aku malu pada diriku
Tatkala terucap janji-janji
Tatkala terucap sesalnya hati ini
Tak sekalipun aku beranjak
Hingga kutahu
Kini kau selalu ada
Tak sekalipun gentar, meski mereka hina
Merubah batu menjadi berlian
Merubah kami lebih baik
Terima kasih kusematkan
Rasa syukur aku panjatkan
Teruntuk engkau
Yang tak pernah berhenti berkata
(Pandu Prabowo Jati, Yang Tak Pernah Berhenti Berkata)
Di sudut malam kumembisu
Termenung akan segala dosa hariku
Bibir serasa keluh
Tatkala kuucap maaf kesekian kalinya
Aku tahu,
Senyum semu yang engkau tampilkan
Beribu beban yang tak tertahankan
Karena aku
Aku malu, sungguh
Ketika aibku engkau tanggung
Saat mereka mencibir karena aku
Betapa tabah hati yang engkau tanam
Dibalik riangmu yang terenggut
Aku malu pada diriku
Tatkala terucap janji-janji
Tatkala terucap sesalnya hati ini
Tak sekalipun aku beranjak
Hingga kutahu
Kini kau selalu ada
Tak sekalipun gentar, meski mereka hina
Merubah batu menjadi berlian
Merubah kami lebih baik
Terima kasih kusematkan
Rasa syukur aku panjatkan
Teruntuk engkau
Yang tak pernah berhenti berkata
(Pandu Prabowo Jati, Yang Tak Pernah Berhenti Berkata)
Penumbuh Tunas Negeri
Setiap pagi kau susuri jalan berdebu
Berpacu waktu demi waktu
Tak hirau deru kendaraan lengkingan knalpot
Tak hirau dingin memagut
Kala sang penguasa langit tuangkan cawannya
Wajah-wajah lugu haus kan ilmu
Menari-nari di pelupuk mata menunggu
Untaian kata demi kata terucap seribu makna
Untaian kata demi kata terucap penyejuk jiwa
Ruang persegi menjadi saksi bisu pengabdianmu
Menyaksikan tingkah polah sang penerus
Canda tawa penghangat suasana
Hening sepi berkutat dengan soal
Lengking suara kalah adu argumen
Ruang persegi menjadi saksi bisu pengabdianmu
Entah berapa tinta tergores di papan putih
Entah berapa lisan terucap sarat makna
Entah berapa lembaran tumpahan ilmu terkoreksi
Entah berapa ajaran budi kau tanamkan
Waktu demi waktu dijalani hanya demi mengabdi
Berserah diri mengharap kasih Ilahi
Ilmu kau beri harap kan berarti
Satu persatu sang penerus silih berganti
Tumbuh menjadi tunas-tunas negeri
Kau tetap di sini setia mengabdi
Sampai masa kan berakhir nanti.
(Zaniza, Sang Pengabdi)
Setiap pagi kau susuri jalan berdebu
Berpacu waktu demi waktu
Tak hirau deru kendaraan lengkingan knalpot
Tak hirau dingin memagut
Kala sang penguasa langit tuangkan cawannya
Wajah-wajah lugu haus kan ilmu
Menari-nari di pelupuk mata menunggu
Untaian kata demi kata terucap seribu makna
Untaian kata demi kata terucap penyejuk jiwa
Ruang persegi menjadi saksi bisu pengabdianmu
Menyaksikan tingkah polah sang penerus
Canda tawa penghangat suasana
Hening sepi berkutat dengan soal
Lengking suara kalah adu argumen
Ruang persegi menjadi saksi bisu pengabdianmu
Entah berapa tinta tergores di papan putih
Entah berapa lisan terucap sarat makna
Entah berapa lembaran tumpahan ilmu terkoreksi
Entah berapa ajaran budi kau tanamkan
Waktu demi waktu dijalani hanya demi mengabdi
Berserah diri mengharap kasih Ilahi
Ilmu kau beri harap kan berarti
Satu persatu sang penerus silih berganti
Tumbuh menjadi tunas-tunas negeri
Kau tetap di sini setia mengabdi
Sampai masa kan berakhir nanti.
(Zaniza, Sang Pengabdi)
Tumpahan Tinta Ilmu
Tetesan keringat jerih payahmu…
Jemari-jemarinya luluh lantakan meja…
Diajarkannya berdo’a dan bernyanyi…
Alun-alun semilir indahkan kedamaian cinta…
Menegakkan badan menghargai jasanya…
Menuruti langkahnya jejak pun ada…
Jiwanya memberikan pengorbanannya…
Tinta-tinta bocor tumpahkan darahnya…
Lembaran pun tersobek-sobek singgasana…
Suaranya menggemakan dunianya…
Gertakan langkahnya dan detakan jantungnya…
Kuhaturkan terima kasih kepadanya…
Wahai guruku…jiwaku…
Tanpamu aku tak akan bisa terbang hingga ke langit
Permata indah, indahkan cinta…
Gemerlap dari matamu selalu senyumkan hatiku…
Terima kasih guruku…
(Ama Gusti Azis, Jasamu Jiwaku)
Tetesan keringat jerih payahmu…
Jemari-jemarinya luluh lantakan meja…
Diajarkannya berdo’a dan bernyanyi…
Alun-alun semilir indahkan kedamaian cinta…
Menegakkan badan menghargai jasanya…
Menuruti langkahnya jejak pun ada…
Jiwanya memberikan pengorbanannya…
Tinta-tinta bocor tumpahkan darahnya…
Lembaran pun tersobek-sobek singgasana…
Suaranya menggemakan dunianya…
Gertakan langkahnya dan detakan jantungnya…
Kuhaturkan terima kasih kepadanya…
Wahai guruku…jiwaku…
Tanpamu aku tak akan bisa terbang hingga ke langit
Permata indah, indahkan cinta…
Gemerlap dari matamu selalu senyumkan hatiku…
Terima kasih guruku…
(Ama Gusti Azis, Jasamu Jiwaku)
Pengabdian
Gemerlapan bintang di langit
Bagai kiasan fatamorgana
Curahan hati dan pikiran
Senyuman indah bak taman surga
Guruku sang cahayaku…..
Terangi mimpi khayalku
Warnai semangatku
Penyemangat untuk hari esok
Jiwamu selalu kau abdikan
Untuk para muridmu tersayang
Tak pernah mengenal waktu
Tuk ciptakan motivasi baru
Guruku sang cahayaku…..
Kau adalah lentera di jalan yang sunyi
Kompas arah menuju kesuksesan
Getarkan isi karang dihatiku
(Dion Apriandi, Guruku Sang Cahayaku)
Gemerlapan bintang di langit
Bagai kiasan fatamorgana
Curahan hati dan pikiran
Senyuman indah bak taman surga
Guruku sang cahayaku…..
Terangi mimpi khayalku
Warnai semangatku
Penyemangat untuk hari esok
Jiwamu selalu kau abdikan
Untuk para muridmu tersayang
Tak pernah mengenal waktu
Tuk ciptakan motivasi baru
Guruku sang cahayaku…..
Kau adalah lentera di jalan yang sunyi
Kompas arah menuju kesuksesan
Getarkan isi karang dihatiku
(Dion Apriandi, Guruku Sang Cahayaku)
Bagaikan Pelita
Kuikuti sudah langkah kaki ini
Membawaku menuju lorong lorong tak berujung
Namun, selalu kudengar sang pelita memanggilku
Dengan untaiannya sang pelita menuntunku
Karena pelita, kukeluar dari lorong
Karena pelita kudapat meraih cita-cita
Tahukah engkau?
Ada pelita yang selalu kuingat
Ada pelita yang selalu kuhormati
Dialah guruku
Guru yang memberi setitik ilmu
Tak putus asa walau peluh terus mengucur
Tidaklah untuk dirinya seorang
Tapi untuk generasi penerus bangsa
Janganlah pernah redup pelitaku!
Cahaya ilmu selalu ditunggu
Bukan untuk satu jiwa
Tapi untuk semua umat…
(Nur Afiani, Guruku Pelitaku)
Kuikuti sudah langkah kaki ini
Membawaku menuju lorong lorong tak berujung
Namun, selalu kudengar sang pelita memanggilku
Dengan untaiannya sang pelita menuntunku
Karena pelita, kukeluar dari lorong
Karena pelita kudapat meraih cita-cita
Tahukah engkau?
Ada pelita yang selalu kuingat
Ada pelita yang selalu kuhormati
Dialah guruku
Guru yang memberi setitik ilmu
Tak putus asa walau peluh terus mengucur
Tidaklah untuk dirinya seorang
Tapi untuk generasi penerus bangsa
Janganlah pernah redup pelitaku!
Cahaya ilmu selalu ditunggu
Bukan untuk satu jiwa
Tapi untuk semua umat…
(Nur Afiani, Guruku Pelitaku)
Mengikuti Jejak
Pena guruku
Tak pernah bosan menari-nari di diriku
Menuliskan banyak warna di jiwaku
Coretan lembut, hangat menyentuh kalbuku
Pena guruku hebat
Karena penanya aku tak telat
Tugas-tugasku tak lambat
Walau panas matahari menyengat hingga hujan lebat
Pena guruku sangat mengagumkan
Aku pun terbuai angan
Dunia akan kuguncangkan
Menuju sebuah pencapaian
Kuingin penaku seperti miliknya
Menggoreskan, melukiskan dan mewarnai anak bangsa
Hasil penamu kan kujunjung penuh makna
Kaulah sang penaku yang berjuang sepenuh jiwa.
(Mesdiana, S. Pd., Pena Sang Guru)
Pena guruku
Tak pernah bosan menari-nari di diriku
Menuliskan banyak warna di jiwaku
Coretan lembut, hangat menyentuh kalbuku
Pena guruku hebat
Karena penanya aku tak telat
Tugas-tugasku tak lambat
Walau panas matahari menyengat hingga hujan lebat
Pena guruku sangat mengagumkan
Aku pun terbuai angan
Dunia akan kuguncangkan
Menuju sebuah pencapaian
Kuingin penaku seperti miliknya
Menggoreskan, melukiskan dan mewarnai anak bangsa
Hasil penamu kan kujunjung penuh makna
Kaulah sang penaku yang berjuang sepenuh jiwa.
(Mesdiana, S. Pd., Pena Sang Guru)
Itulah tadi kumpulan puisi sedih perpisahan SD SMP SMA yang dapat Anda simpan untuk dijadikan puisi perpisahan sekolah. Anda juga dapat membagikannya di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan media sosial lainnya. Selain puisi, Anda dapat menambahakan pantun lucu yang memancing tawa para pendengarnya.